Postingan

Menampilkan postingan dari Agustus, 2024

Pemanasan Global: Dari dan untuk Kita

Gambar
Sebelumnya, saya sempat menuliskan sebuah  esai yang membahas tentang hubungan antara kemacetan, polusi udara, dan moda angkutan kita. Ujung-ujungnya, esai tersebut juga saya manfaatkan untuk menyoal bahan bakar fosil dan transisi energi, serupa halnya dengan beberapa esai saya yang lalu-lalu. Menurut saya, pembahasan-pembahasan seputar topik ini akan selalu penting selama kita masih cinta terhadap bahan bakar fosil. Oleh karenanya, isi  t ulisan kali ini pun tak akan jauh-jauh dari topik itu. Namun, luaran tulisan ini tidak lebih dari bahan edukasi pribadi alias sekadar menjadi manifestasi rasa ketertarikan saya yang amat kuat terhadap energi terbarukan. A. Dampak Negatif Penggunaan Bahan Bakar Fosil Harus diakui bahwasanya bahan bakar fosil memang memiliki peranan penting dalam aktivitas umat manusia hingga detik ini.  Peran terdekatnya yaitu sebagai sumber energi pada kendaraan bermotor dan pembangkit listrik. Jadi, kita tak perlu pergi jauh-jauh ataupun repot-repot membaca banyak

Menyoal Kemacetan, Polusi Udara, dan Moda Angkutan Kita

Gambar
Baru-baru ini, saya berkesempatan untuk raun-raun di Jakarta.  Selama di sana, saya menghabiskan waktu lebih kurang satu pekan sekadar untuk melihat-lihat bagaimana penampakan dari apa yang kita sebut-sebut sebagai "pusat dari segala pusat" itu. Berdasarkan apa yang saya tengok, satu hal menarik dari daerah ini selain daripada budaya antrenya ialah transportasi umumnya yang bervariasi, termasuk juga pelayanan petugasnya yang enggak "kaleng-kaleng". Walaupun aktivitas saya di sana hanya sebatas berkeliling-keliling doang, saya kira saya sepakat dengan esai buatan Ajeng Rizka dengan tajuk “ Jakarta Adalah Surganya Transportasi Publik, Makanya Mending Jual Aja Kendaraan Pribadimu Itu ” yang terbit di Mojok pada akhir bulan Februari lalu. Menurutnya, asalkan kita mau meluangkan sedikit waktu dan tenaga untuk berjalan kaki, kita tak perlu merasa risau ketika bepergian di Jakarta sebab transportasi umumnya yang bervariasi.  Boleh dikatakan, kita tetap bisa berlalu-lalang

Knalpot Brong: Sebuah Gelagat Modifikasi yang “Enggak Banget”

Gambar
Salah satu peran penting knalpot pada kendaraan bermotor (kereta dan mobil) yaitu sebagai saluran gas buang mesin. Sialnya, di tangan anak-anak alay, knalpot malah diberikan tugas tambahan yang merepotkan. Mereka, orang-orang yang suka cari muka di jalan raya itu, mengganti knalpot bawaan pabrik dengan knalpot brong yang berisik. Tujuan mereka melakukan hal yang demikian ini – – dalam tebakan saya – – tak lain dan tak bukan yakni cuman untuk gagah-gagahan doang. Mereka barangkali menganggap bahwa semakin bising bunyi knalpot kendaraan mereka, maka semakin gagah pula persona mereka. Masa, yang begituan dibilang keren? Aneh betul, bukan? A. Apa Kerennya Suara Knalpot Brong Kelen yang Berisik Itu? Sebelum masuk ke pembahasan utama, terlebih dahulu saya mau jelasin sedikit soal makna kata “kereta” yang ada di tulisan ini. Kami, orang-orang yang tumbuh besar di Medan dan wilayah sekitarnya, menyebut sepeda motor atau motor dengan sebutan “kereta”. Hal ini penting untuk diketahui sebab kata

Jika Tak Ada Lagi Lahan Pertanian

Gambar
Di beberapa waktu yang lalu, tepatnya pada tanggal 4 November 2020, Sediksi  menerbitkan tulisan opini A. Arfrian dengan tajuk “ Kami Tak Mau Jadi Petani Bukan Karena Gengsi ”. Dalam tulisan itu, Arfrian berpendapat bahwa alasan mengapa anak muda enggan menjadi petani ialah justru karena menyangkut soal kesejahteraan hidupnya dan keluarganya, bukan sekadar menyangkut soal gengsi-gengsian doang. Kemudian, ia menerangkan bahwa tak semua petani di Indonesia menikmati kehidupan yang nyaman, terutama bagi mereka yang tidak punya lahan pertanian sendiri (masih menyewa) dan bagi mereka yang hanya bekerja sebagai buruh tani. Selain menjumpai persoalan seputar hasil panen yang kurang memuaskan, hama, serta hasil tani yang belum dihargai dengan harga yang pantas – – dalam penjelasan Arfrian – – ada juga petani yang menghadapi persoalan dalam mengakses lahan pertanian. Belakangan, Muhammad Akbar Darojat Restu Putra mengembangkan pembahasan terkait permasalahan yang diangkat Arfrian tersebut ber