Lebih Dekat dengan Bahasa Indonesia
Menulis dan membaca adalah cara saya mendekatkan diri dengan bahasa, dalam hal ini yaitu bahasa Indonesia. Bagi saya, bahasa ini sudah saya anggap laksana teman dekat saya. Kira-kira, apa alasannya?
Alasannya ialah karena kegiatan yang saya tekuni belakangan ini hanyalah menulis dan membaca. Maka dari itu, bisa dibilang, kami berdua hampir rutin bertemu.
Kendati seperti itu, sebetulnya, saya merasa bahwa saya belum dekat-dekat amat dengan bahasa saya sendiri, yakni bahasa Indonesia. Mengapa bisa begitu? Karena, sampai detik ini pun saya masih mempelajari kata baku.
Pentingnya Mempelajari Kata Baku
Ketika menulis, kerap kali saya membuka kamus besar bahasa Indonesia (KBBI) terlebih dahulu untuk mencari tahu arti kata yang hendak saya tuliskan.
Kelakuan serupa ini saya lakukan agar saya benar-benar memahami tulisan saya sendiri, bahkan sampai kata per katanya.
Di lain sisi, saya suka betul mempelajari kata baku. Dengan begitu, banyak tulisan saya di blog ini—bila ditinjau lebih lanjut—terlihat kaku seperti celana dalam baru.
Saya kira, gelagat kepenulisan semacam ini merupakan buah tangan dari aktivitas tulis-menulis skripsi semasa saya berkuliah dulu.
Hal yang demikian tentu tidak cocok digunakan di tulisan santai sekaligus serius seperti blog ataupun esai. Oleh sebab itu pula, dua esai yang sempat saya kirimkan ke Mojok, dua-duanya ditolak redaksi.
Terlepas dari kuat-lemahnya argumen saya di esai itu, gaya penulisan agaknya sangat memengaruhi nasib kedua esai tersebut.
Walaupun begitu, bukan berarti saya mesti berhenti mempelajari kata-kata baku. Pasalnya, kata-kata inilah yang menjadi bagian utama dari "bahasa Indonesia".
Lantas, pengalaman ini seyogianya saya jadikan pelajaran hingga akhirnya saya menemukan sebuah formula penulisan yang tetap menggunakan kata-kata baku, akan tetapi kalimat-kalimatnya tidak menimbulkan kesan yang kaku.
Dengan mempelajari kata baku, saya jadi tahu kata mana yang termasuk kata baku dan yang tidak baku, sehingga saya dapat meminimalkan kekeliruan berbahasa saat sedang menulis sesuatu.
Sebagai contoh, menurut Teman-Teman sekalian, di antara kata "analisa" dengan "analisis", kata mana yang merupakan kata baku?
Ya, sudah barang pasti jawabannya adalah "analisis". Kalau kalian tidak percaya, silakan cek sendiri di KBBI.
Biasanya, KBBI yang saya gunakan ialah KBBI VI Daring yang disediakan Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia.
Meski terlihat sepele, penggunaan kata baku ini akan menjadi penting saat kita menulis tulisan-tulisan formal.
Jika kita melihat contoh di atas, kita sama-sama tahu bahwa masih ada saja orang yang menggunakan kata "analisa" di dalam tulisan formalnya.
Jadi, saran saya, jangan sampai kata-kata yang sering kita ucapkan sehari-hari dan kita anggap baku, ternyata, oh, ternyata, dalam realitasnya bukanlah kata baku.
Walhasil, hal ini kemungkinan besar bisa terbawa-bawa saat hendak menuliskan tulisan formal, sebab sudah menjadi kebiasaan.
Yang lebih parahnya lagi, jangan sampai kita malah menuliskan kata-kata yang dapat membuat kalimat kita menjadi multitafsir. Di sinilah—menurut hemat saya—manfaat mempelajari kata baku itu tampak kentara sekali.
Selain itu, saat kita mencari tahu arti dari suatu kata di kamus, maka tak jarang turut muncul kata yang berbeda dengan makna yang sama di sana.
Dengan demikian, kata-kata yang ada di dalam tulisan kita akan lebih bervariasi alias tidak itu-itu melulu.
Lebih jauh lagi, pengayaan perbendaharaan kata baku ini juga dapat dilakukan dengan cara membaca pelbagai teks berbahasa Indonesia.
Jujurly, saya pribadi senang betul ketika berjumpa dengan kata-kata yang belum pernah saya jumpai sebelumnya. Kalau kalian, gimana, Guys?
Komentar
Posting Komentar